Pada 18
september 20 tahun yang lalu aku lahir dari rahim seorang wanita yang aku sebut
“ibu”. Ibu adalah satu-satunya orang yang pertama kali akan memarahiku ketika
aku berbuat salah, namun juga satu-satunya orang yang pertamakali akan
memaafkanku ketika aku salah, itulah ibuku.
“Subaidah”
adalah nama ibuku yang Tuhan berikan kepadaku untuk menjadi sosok wanita yang
paling mengasihiku. Dia lahir pada bulan
Syawal dan meutup usia pada bulan
Syawal pula. Dia menghabiskan waktu bugarnya hanya untuk menafkahi dan
mengayomiku. Aku akan menjadi anak yang berbakti dan menjunjung tinggi nilai
moralitas keislaman, mungkin adalah harapan yang menjadi doa-doanya yang ia
lantunkan tatkala ia tak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan mencari sesuap
nasi untukku anaknya.
Nama
“Subaidah” menjadi nama yang sekarang tertulis di batu nisan berukurang 30x60
cm. Mengenang adalah sesuatu yang bisa aku lakukan sekarang ini ketika aku
merindukannya. Rasa sedih karena kehilangannya seringkali menjadi moment yang paling aku takuti. Namun sebagai
anak yang telah dibesarkannya aku hanya dapat mengubah rasa sedih itu menjadi doa
agar selalu yang terbaik yang Tuhan berikan untuk dirinya. Tidak banyak yang
bisa aku lakukan sekarang, namun aku yakin itu adalah sesuatu yang dia harapkan
dari anak-anak yang dia besarkan dengan jerih payah dan kasih sayang yang
sungguh-sungguh tanpa menuntut harga ataupun hadiah.
“ Kasih
ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia ”.
Itulah lirik lagu ciptaan SM. Muchtar yang menurutku
benar-benar realita. Oleh sebab itu aku berharap untuk teman-teman yang membaca
tulisanku ini untuk tetap menghormati ibu kita apapun itu permasalahannya.
Tidak ada namanya “ bekas anak” ataupun “bekas orang tua”, kita tidak akan
pernah berhenti menjadi anak sampai kapanpun. Aku sempat berbincang-bincang
dengan salah satu temanku yang bernama Wahyu Ira, kita berbincang-bincang via SMS dengan topik “ Kapan kita akan berhenti menjadi anak ?“, dan dia berpendapat bahwa predikat “
anak” tidak akan pernah pupus meski dengan alasan apapun. Malah status “anak”
itu akan bertambah dengan status baru yakni status “orang tua” tanpa menghapus
status “anak” itu sendiri. Dan itu aku sangat setuju sekali.
Jangan
pernah kalian beranggapan akan bisa membayar tetes demi tetes keringat seorang
ibu dengan uang atau harta yang melimpah. Kalian menjual dunia dan seluruh
isinya tidak akan pernah bisa menggantikan segala jerih payah ibu kita.
Untuk
teman-teman yang masih mempunyai ibu untuk sekedar meminta solusi dari setiap
masalah-masalah kalian, sudahkah kalian membahagiakannya? Sudahkah kalian membuat
Dia tersenyum bangga akan prestasi kalian?.
2 komentar:
2 jempol
sangat terharu aku membacanya
Posting Komentar